banner 728x250

Tak Ingin menjadi Bangsa Yang Durhaka, Jalih Pitoeng Ajak Bangsa Indonesia Kembali Terapkan UUD 1945

Avatar photo
banner 120x600
banner 468x60

Suarademokrasi, JAKARTA – Presidium Konstitusi 1945 kembali ke Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang diketuai oleh Jenderal (Purn) Try Sutrisno menyelenggarakan simposium Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dengan tema Kenapa Kembali ke Pancasila dan UUD 1945, Menjawab Tantangan Nasional dan Global, yang dilaksanakan di Universitas Jayabaya, Pulomas, Jakarta Timur, Jakarta, Selasa 15 Juli 2025.

Try Sutrisno menyatakan simposium ini menjadi bagian dari upaya kolektif untuk mengembalikan arah bangsa sesuai jati diri konstitusional, yakni Pancasila dan UUD 1945 naskah asli, sebagai dasar menjawab tantangan nasional dan global.

“Simposium ini juga dihadiri para tokoh nasional yaitu Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) periode 2007 hingga 2009, Jenderal (Purn) Agustadi Sasongko Purnomo, Menteri Kehutanan periode 2004 hingga 2009, akademisi dan pakar politik, Mulyadi, Ekonom Senior Indonesa, Ichsanuddin Noorsy, Rektor Universitas Jayabaya, Fauzie Yusuf Hasibuan,” jelas Try Sutrisno.

Ditempat yang sama Ekonomi Senior, Ichsanuddin Noorsy mengemukakan simposium tersebut menjadi ruang refleksi dan diskursus atas arah ketatanegaraan Indonesia di tengah perubahan geopolitik global serta krisis ideologis dalam negeri.

“Sejak krisis keuangan global 2008, tatanan dunia mengalami pergeseran dari unipolar menuju multipolar dan bahkan bipolar, ditandai dengan kebangkitan BRICS dan tren dedolarisasi,” kata Ichsanuddin.

BRICS itu sendiri adalah akronim dari Brazil, Russia, India, China, South Africa, lanjut Ichsanuddin mengatakan organisasi antarpemerintah itu saat ini terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, Afrika Selatan, Iran, Mesir, Etiopia, Uni Emirat Arab dan Indonesia.

“Di sisi lain, Amerika Serikat (AS) menghadapi tantangan internal berupa deindustrialisasi, ketimpangan ekonomi, dan kebangkitan kembali politik proteksionis. Semboyan seperti Make America Great Again (MAGA) menjadi wujud semangat baru AS yang berubah dari Pax Americana menjadi Pact Americana, dengan dorongan dominasi global berbasis kepentingan nasional semata,” jelas Ichsanuddin.

Sementara itu, lanjut Ichsanuddin mengatakan Indonesia dianggap tengah menghadapi kemunduran konstitusional akibat perubahan besar-besaran UUD 1945 melalui empat kali amandemen pada 1999-2002.

“Amandemen tersebut mengubah sekitar 97 persen isi konstitusi asli yang secara konseptual dan praktis memicu ketidaksesuaian teori dan praktik bernegara,” kata Ichsanuddin.

Dalam konteks global yang diliputi oleh disrupsi Volatile, Uncertain, Complex, Ambiguous (VUCA) serta nilai-nilai liberalisme materialistik yang kian dominan, menurut Ichsanuddin, Indonesia dinilai semakin menjauh dari cita-cita Pancasila.

“Dalam dua dekade terakhir, bangsa ini cenderung permisif dan oportunis serta mengalami fragmentasi sosial yang dalam, terlihat dari lima kali Pemilihan Umum (Pemilu) pasca 2004,” pungkas Ichsanuddin.

Aktivis dari tanah Betawi Jalih Pitoeng yang hadir dalam simposium tersebut bahkan mengumandangkan RE-PROKLAMASI.

“Sesungguhnya, upaya untuk Kembali kepada UUD 1945 ini adalah bukan barang baru,” imbuhnya.

“Kita sudah sudah masuk ke DPD RI untuk menyuarakan dan memperjuangkan ini,” sambungnya.

“Bahkan pada tahun 2022 dalam rangka memperingati hari kebangkitan nasional, kami menggelar aksi Akbar dan saya menggaungkan istilah baru RE-PROKLAMASI,” kata Jalih Pitoeng.

“Re-Proklamasi adalah agar kita segera kembali kepada konsensus kita dalam berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila yang dituangkan pada UUD 18 Agustus 1945 sebagai landasan negara,” ungkap Jalih Pitoeng.

“Kepada adik-adik mahasiswa yang sangat saya cintai, seminggu lagi saya bang Jalih Pitoeng akan mati. Oleh karena itu saya titipkan perjuangan untuk bangsa ini kepada anda semua para generasi muda,” pinta Jalih Pitoeng.

“Bahkan pada aksi Akbar kebangkitan nasional di DPR MPR 2022, saya persembahkan lagu untuk perjuangan adik-adik mahasiswa yang saya beri judul “Selamatkan Indonesia”. Semoga lagu tersebut dapat menginspirasi dan semangat perjuangan para mahasiswa dan generasi muda,” ungkap Jalih Pitoeng penuh harap.

Menurut Jalih Pitoeng, Undang-undang hasil amandemen tahun 2002, banyak melahirkan undang-undang turunannya yang tidak sesuai dengan UUD 1945.

“Kita ini kan terkadang sok Westernisasi,” celetuknya.

“Kita sok demokrasi dan demokratisasi. Padahal para pendiri bangsa ini sudah jauh lebih cerdas dalam menyusun landasan negara yang diambil dari saripati Pancasila,” kata Jalih Pitoeng mengingatkan.

“Kita sebagai negara yang besar, negara yang akan menjadi contoh negara terbaik didunia,” lanjutnya berapi-api.

“Dimana semua agama ada, ratusan suku, ratusan bahasa dan belasan ribu pulas bisa terintegrasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan falsafah Pancasila dan dipayungin oleh Bhineka Tunggal Ika,” Jalih Pitoeng memaparkan.

“Sehingga kembali kepada UUD 1945 naskah yang asli wajib hukumnya bagi bangsa Indonesia,” sambungnya menegaskan.

“Agar kita tidak menjadi bangsa yang durhaka,” imbuhnya tegas.

“Durhaka terhadap para pahlawan dan para pendiri bangs. Oleh karena itu, kembali diterapkannya UUD 1945 wajib hukumnya demi selamatkan Indonesia,” pungkas Jalih Pitoeng menandaskan. (L)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *