Suarademokrasi, Tangsel – Sebagai makhluk sosial tentunya kita tidak asing lagi dengan event atau acara resepsi baik itu perhelatan pernikahan, tunangan atau sunatan. Selain itu ada event ulang tahun dan arisan. Yang terakhir tentunya kita tahu merupakan ajang silaturahmi ibu-ibu ( perempuan ) dan keluarga. Ada juga arisan alumni sekolah dan masih banyak lagi. Acara tersebut tentu saja dikoordinir dengan baik oleh penyelenggara yang bisa secara pribadi maupun oleh event organizer.
Dalam event atau acara-acara tersebut tak lepas dari acara makan-makan. Bahkan untuk sebagian orang itu merupakan acara yang paling ditunggu-tunggu. Dari mulai hidangan rumahan sampai yang menggunakan jasa katering tentunya menjadi favorit bagi sebagian besar orang yang menghadiri acara tersebut.
Sebelum berlanjut, marilah kita bahas mengenai etika dalam memenuhi hak dan kewajiban kita sebagai personal yang diundang oleh tuan rumah. Ada sebuah kebanggaan tersendiri tentunya saat kita menerima sebuah undangan baik itu pernikahan, pertunangan, sunatan, ulang tahun dan arisan dari kerabat, sahabat, teman kerja atau kenalan. Tentu kedatangan kita seakan diharapkan oleh si tuan rumah. Untuk itu ada sebagian orang bahkan yang mempersiapkan outfit khusus untuk menghadiri acara tersebut. Namun yang terpenting adalah konfirmasi mengenai kehadiran kita pada acara tersebut.
Teknologi zaman now sudah memungkinkan kita untuk memberikan konfirmasi via online bahkan ada sebagian masyarakat yang menyediakan fasilitas nomor rekening atau QRIS bagi yang ingin memberikan tanda kasih berupa uang kepada si pengundang. Hal-hal tabu zaman dahulu sekarang sudah berubah mengikuti perkembangan teknologi.
Namun disayangkan tidak semua orang paham akan etika tersebut. Banyak juga yang menganggap remeh aturan yang tidak tertulis itu. Orang mengabaikan konfirmasi kehadirannya. Padahal sudah merupakan kewajiban kita untuk menginformasikan jika kita berhalangan hadir. Contoh saat diundang makan di sebuah restoran.
Konfirmasi kehadiran itu penting karena berpengaruh pada availablenya tempat / meja. Ada juga karena aturan di tiap restoran itu tidak sama. Ada resto yang mewajibkan uang tanda jadi atau DP ( down payment ) dan full payment. Maka jika berhalangan hadir, itu resiko kita yang tidak akan ditolerir oleh pihak resto. Kita tetap harus membayar full meskipun ada yang tidak hadir.
Tentunya ini akan membuat tuan rumah menjadi kerepotan untuk menggantinya dengan personal lain. Jika waktu pembatalan masih H-3 masih lumayan. Tak jarang orang membatalkan di H-1 bahkan tidak ada kabar sama sekali hingga di Hari H. Sungguh sangat disayangkan attitude tersebut. Padahal di dalam agama Islam, memenuhi undangan itu wajib hukumnya.
Jikapun berhalangan hendaknya memberikan konfirmasi. Sayangnya tidak semua orang mau memahami kondisi tersebut. Mereka cenderung mengabaikan karena menganggap hal tersebut tidak penting. Tahap selanjutnya adalah saat kita dapat memenuhi undangan tersebut adalah seyogyanya kita datang on time atau tepat waktu.
Terkait hal tersebut merupakan manajemen waktu yang masing-masing hanya kitalah yang mengetahuinya. Sebagai contoh jika kediaman kita cukup jauh dari tempat acara maka kita harusnya memperkirakan waktu perjalanan dan lain-lain sehingga dapat tiba di venue acara tepat waktu. Hal-hal seperti ini masih saja ada yang kurang memperhatikannya atau malah cenderung mengabaikan.
Selanjutnya saat acara berlangsung sampai selesai semisal acara syukuran khitanan, pengajian atau arisan sekarang muncul tradisi bungkus-bungkus.
Dimana hal tersebut awalnya kalau menurut pengamatan saya memang sudah ada sejak dulu. Contohnya tradisi Babungkus di Manado, di Ngawi ada tradisi saling lempar nasi bungkus dan lain-lain.
Namun sayangnya sekarang ini tradisi itu menurut saya sudah kebablasan. Tidak mengikuti etika yang seharusnya berlaku. Hantam kromo. Hajar saja. Ini yang membuat tradisi ini menjadi norak. Rusak. Yang gercep ( gerak cepat ) dapat banyak, sementara yang lain tidak kebagian. Sungguh jauh sekali dari adat ketimuran kita yang diajarkan olrh orang tua kita dahulu mengenai etika dan tata krama. Mari kita kembalikan lagi.
Sebagai perempuan dan sekaligus seorang ibu atau seorang nenek tentunya kita ingin memberikan contoh atau suri tauladan yang baik bagi anak cucu kita kelak. Agar tradisi yang baik terus terpelihara. Tradisi yang kurang baik kita hilangkan. Kita gantikan. Tentunya besar harapan kita hal baik akan menjadi warisan abadi bagi generasi mendatang. Maka marilah mulai saat ini jika menghadiri acara atau event baik skala kecil maupun besar, kita memberikan contoh yang baik. Jika masih ada yang belum menyadari hal tersebut, seandainya kita mengenalnya maka kita berkewajiban mengingatkan.
Seandainya setelah diingatkan mereka tidak menerimanya, paling tidak kita sudah mengingatkan. Namun jika kita tidak mengenal mereka, kita hanya dapat mendoakan agar ada orang lain yang mengingatkannya. Memang tidak mudah namun paling tidak ada sesuatu yang bisa kita lakukan dalam upaya memberikan edukasi dengan cara yang manis. (L)
Tangerang Selatan, 18 Agustus 2024
Dosen Universitas Swasta di Tangerang dan Semarang
Siti Maryanti Chasanah., S. Ip. M. Si