banner 728x250

Drs. Zainal Abidin, MM Kritik Sistem Uji Kompetisi Mahasiswa Kesehatan

Avatar photo
banner 120x600
banner 468x60

Suarademokrasi.co.id, Jakarta – Ketua 1 Bidang Organisasi dan Hukum APTKes Indonesia, Drs. Zainal Abidin, MM, mengungkapkan keprihatinannya terkait kekhawatiran banyak pihak terhadap sistem uji kompetensi bagi lulusan perguruan tinggi kesehatan. Ia menanggapi anggapan bahwa perguruan tinggi menjadi pihak yang mengajar sekaligus menguji, atau yang dikenal dengan istilah “jeruk makan jeruk”.

“Apakah benar sistem ‘jeruk makan jeruk’ ini bermasalah? Sudahkah ada kajian yang kuat untuk mendukung kekhawatiran tersebut? Jika belum ada, mengapa uji kompetensi mahasiswa harus dipisahkan dari perguruan tinggi?” kata Zainal. Ia menambahkan bahwa mayoritas tenaga kesehatan saat ini adalah produk dari sistem tersebut.

Menurutnya, penilaian pembelajaran harus mengikuti Standar Nasional Pendidikan Tinggi dan menjadi tugas dosen pengampu atau tim dosen pengampu yang paling memahami proses belajar mahasiswa. “Yang menguji tidak selalu harus mengajar, bisa dilakukan oleh tim dosen pengampu. Jadi tidak otomatis berarti tidak objektif,” jelasnya.

Ia juga menekankan pentingnya peran klinikal instruktur profesi sebagai bagian dari pemangku kepentingan yang relevan dalam proses penilaian praktik mahasiswa di lapangan.

Lebih jauh, Zainal merujuk Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan Pasal 213 yang mengatur bahwa uji kompetensi diselenggarakan oleh penyelenggara pendidikan bersama koligium. Ia menilai kerja sama ini perlu diatur dengan baik agar tidak terjadi perebutan kewenangan yang merugikan mahasiswa.

“Semua pihak harus bersikap profesional, menghormati otonomi perguruan tinggi, serta menjaga independensi koligium sesuai perannya,” tegasnya.

Pernyataan Zainal mendapat tanggapan dari Ketua Yayasan Forum Komunikasi Antar Media (FORKAM), Harry Amiruddin. Ia menyoroti lambatnya respons pemerintah dalam menangani pengaduan masyarakat, terutama terkait dugaan penyimpangan dana uji kompetensi.

“Kami dari FORKAM sudah melaporkan ke KPK, namun justru diminta melengkapi data audit BPK yang sulit kami dapatkan. Seharusnya KPK langsung meminta data itu ke BPK, bukan membebankan kepada kami yang tidak punya akses,” ujar Harry.

Harry menambahkan, “Dana uji kompetensi berpindah-pindah rekening dan ini sangat mencurigakan. Dugaan penyelewengan dana perlu diawasi secara ketat oleh KPK.”

Keduanya sepakat bahwa sistem uji kompetensi harus ditinjau ulang dengan menjunjung tinggi transparansi dan profesionalisme agar tidak merugikan mahasiswa dan dunia pendidikan kesehatan di Indonesia. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *