banner 728x250

Prihatin Nasib Para Pegiat Seni Budaya Betawi, Fuji Minta Koruptor di Hukum Sampai Mati

Avatar photo
banner 120x600
banner 468x60

Suarademokrasi, JAKARTA – Kepala Seksi Pembinaan di Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Utara, Fuji Surono, menyampaikan keprihatinannya terkait dugaan korupsi yang menyeret Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. Kasus ini saat ini sudah memasuki tahap I di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta.

“Kami sangat prihatin karena anggaran yang dialokasikan pemerintah tidak sampai ke tangan pelaku seni. Ini sangat miris,” ujar Fuji saat diwawancarai, Senin (25/05/2025).

Kepala Seksi Pembinaan Sudin Kebudayaan Jakarta Utara inipun berharap agar kejadian ini tidak terulang di masa depan.

Fuji menegaskan, pelaku seni berhak menikmati hasil dari anggaran yang sudah disiapkan negara demi pengembangan dan pelestarian seni budaya Jakarta.

“Pelaku seni itu harus diopeni (dirawat, diperhatikan) oleh Dinas Kebudayaan. Jangan sampai ada kasus seperti ini lagi,” katanya.

Ia juga mengapresiasi langkah tegas Kejati dalam menangani dugaan korupsi tersebut.

“Saya ucapkan apresiasi setinggi-tingginya kepada Kejati. Harapan kami jaksa yang menangani kasus ini bisa amanah dan memberikan hukuman setimpal. Demi penegakan hukum,” tegasnya.

Tak berhenti di situ, Fuji menduga kuat ada pihak-pihak lain yang perlu diperiksa, termasuk para Kepala Suku Dinas Kebudayaan serta unit pengelola terkait.

“Saya menduga perlu dilakukan evaluasi menyeluruh, termasuk memeriksa kegiatan yang dilaksanakan. Jangan sampai ada kegiatan yang diduplikasi antara pertunjukan tahun 2023 dan 2024, atau bahkan kegiatan fiktif,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti pentingnya sinergi antara Dinas Kebudayaan dan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) DKI Jakarta. Menurutnya, kegiatan seni budaya adalah ranah Dinas Kebudayaan, sementara Parekraf seharusnya fokus mempromosikan budaya Jakarta, sehingga menurutnya harus dibangun sinergi dalam pelaksanaan kegiatan seni budaya.

Menanggapi kabar bahwa Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Marullah Matali, sempat dilaporkan ke KPK namun kemudian laporannya dicabut karena disebut-sebut sebagai “surat kaleng”, Fuji merasa heran.

“Kalau melapor ke KPK lalu suratnya ditarik kembali, itu cemen (pengecut). Jangan main-main kalau soal pemberantasan korupsi,” kritiknya.

Fuji menekankan bahwa demi keberlangsungan anggaran dan kesejahteraan rakyat, aparatur sipil negara (ASN) harus punya niat yang sama: mengawasi jalannya anggaran.

“Saya usulkan dibentuk lembaga anti-korupsi internal di SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), supaya anggaran betul-betul dipakai untuk kemakmuran rakyat,” tegasnya.

Menutup pernyataannya, Fuji berharap agar para pelaku korupsi dijatuhi hukuman seberat-beratnya.

“Kalau perlu hukum seumur hidup. Biar ada efek jera,” pungkasnya.  (L)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *